This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 29 November 2012

Pengertian administrasi perkantoran

Pengertian Administrasi Perpajakan, Kepatuhan dan Pajak Internasioanal Ilmu administrasi adalah cabang atau disiplin ilmu sosial yang melakukan studi terhadap”administrasi” sebagai salah satu fenomena masyarakat modern. Administrasi sebagai objek studi Ilmu Administrasi paling sedikitnya mempunyai 10 (sepuluh) aspek yang penting yakni administrasi merupakan suatu fenomena sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat (modern). Eksistensi daripada “Administrasi” ini berkaitan dengan “organisasi (dalam arti modern…), artinya: “administrasi” itu terdapat di dalam suatu “organisasi”. Jadi, barang siapa hendak mengetahui adanya “administrasi” dalam masyarakat dia harus mencari terlebih dahulu suatu “organisasi” yang masih hidup; di situ terdapat “administrasi”. Administrasi merupakan suatu hayat atau kekuatan yang memberikan hidup atau gerak kepada suatu “organisasi”. Tanpa “administrasi”, maka setiap “organisasi” akan mati, dan tanpa “administrasi” yang sehat, maka “organisasi” itu pun tidak sehat pula. Pembangkit daripada “administrasi” sebagai “kekuatan” atau “energi” atau “hayat” ini adalah Administrator, yang harus pandai menggerakkan seluruh sistemnya yang terdiri atas para manager, staffer, dan personil lainnya. Administrasi merupakan suatu fungsi yang tertentu untuk mengendalikan, menggerakkan, mengembangkan dan mengarahkan suatu “organisasi”, yang dijalankan oleh Administrator dibantu oleh tim bawahannya, terutama para manager dan staffer. Administrasi merupakan kelompok orang-orang yang secara bersama-sama merupakan “badan pimpinan” (the governing body) daripada suatu “organisasi”, yang merupakan pimpinan atau tim pimpinan. Dalam pengertian ini orang di Amerika Serikat berbicara tentang “the Ford Administration”, the Carter Administration”, the Reagen Administration”. Administrasi merupakan suatu seni (art, kunst) yang memerlukan bakat, dan ilmu (science, knowledge, wetenschap, kennis) yang selain pengetahuan memerlukan pula pengalaman. Administrasi merupakan proses penyelenggaraan bersama atau proses kerjasama, antara sekelompok orang-orang secara tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditentukan dan direncanakan sebelumnya. Kerjasama antara orang-orang tersebut berlangsung secara dan melalui “organisasi”. Administrasi merupakan suatu jenis tingkah laku atau sikap kelakuan sosial yang tertentu (administative behaviour or “administration” as a special type of social behaviour) yang memerlukan sikap serta kondisi mental yang tertentu, dan merupakan suatu tipe tingkah laku manusia yang tertentu (special type of human behaviour). Administrasi merupakan suatu praktik (practice) atau teknik (technique) yang tertentu, suatu tata cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, yang memerlukan kemampuan, kemahiran, keterampilan (skills) atau kebiasaan yang tertentu yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan dan latihan. Administrasi merupakan suatu sistem (system) atau sistema (systems) yang tertentu, yang memerlukan input, trasportasi, pengolahan dan output yang tertentu. Administrasi merupakan suatu tipe manajemen (management) tertentu yang merupakan “overall management” daripada suatu organisasi. Administrasi dalam arti sempit pada umumnya hanya meliputi kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan tulis menulis, mengetik, steno, agenda, pembukuan sederhana dan sebagainya Administrasi Pajak dalam arti luas dapat dilihat sebagai fungsi, sistem, lembaga dan manajemen publik. Administrasi Pajak dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak, baik penatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor fiskus maupun di kantor wajib pajak. Yang termasuk dalam kegiatan penatausahaan (clerical works) adalah pencatatan (recording), penggolongan (classifying) dan penyimpanan (filing). Sebagai unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak di Kanwil Ditjen Pajak terdapat Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan Surat Pemberitahuan Secara fungsional SPT merupakan sarana komunikasi antara wajib pajak dan fiskus. Bagi wajib pajak merupakan sarana pertanggungjawaban kewajiban perpajakan selama satu periode fiskal, sedang bagi fiskus sebagai sarana pamantauan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Secara fisik SPT adalah formulir yang telah disiapkan fiskus untuk diisi wajib pajak guna melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Proses pengisian SPT secara benar dan lengkap sesuai undang-undang perpajakan merupakan tahap yang penting dalam administrasi pajak, sebab timbulnya sanksi fiskal baik yang bersifat administratif maupun pidana dapat berawal dari pengisian SPT yang tidak benar dan tidak lengkap. Eksistensi SPT dalam sistem perpajakan yang menganut self assessment merupakan suatu hal yang mutlak, sebab tanpa SPT maka sistem perpajakan yang menganut self assessment akan berubah menjadi official assessment dimana perhitungan jumlah pajak yang terutang hanya akan didasarkan pada perkiraan fiskus semata-mata. Penetapan oleh fiskus dalam kondisi yang demikian ini yakni Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT walaupun telah ditegur dan diperingatkan disebut sebagai penetapan secara jabatan atau penetapan secara ex-officio. Jumlah pajak terutang dalam SKP yang ex-officio dapat dipastikan berjumlah jauh lebih besar daripada yang seharusnya, karena perhitungan fiskus hanya didasarkan pada taksiran saja. Tidak menyampaikan SPT tepat pada waktunya diancam dengan sanksi administrasi berupa denda administrasi. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar diancam dengan sanksi pidana. Prosedur pajak (Corporate tax procedures) di Indonesia berdasarkan UU No. 16 Tahun 2000 menyangkut masalah Due date for Filing Corporate Tax Returns, atau batas waktu penyampaian SPT Pajak Penghasilan; Procedures for extending due date for filing, atau prosedur untuk memperpanjang masa penyampaian SPT; Estimated tax return atau perkiraan pajak penghasilan yang terutang untuk tahun depan. Ketentuan ini di Indonesia diatur dalam Pasal 25 UU PPh 2000; Penalties and Interest; Statute of limitations for examination of returns; Claim for refund procedures atau prosedur untuk mendapatkan kembali kelebihan pembayaran pajak dan appeal Procedures to Tax Authority and Court, atau prosedur mengajukan keberatan ke Direktur Jenderal Pajak dan Pengadilan Pajak. Pengertian dan Bahasan Kepatuhan dalam Perpajakan Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Menurut pengamatan penulis ada dua macam kepatuhan yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Yang dimaksud dengan kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan materiil meliputi juga kepatuhan formal. Upaya-upaya pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi tax evasion telah lama diadakan. Untuk Indonesia, pada tahun 1972 melalui SGATAR (Study Group on Asian Tax Administration and Research) telah disidangkan di Jakarta dengan salah satu tema utama adalah Some Aspects of Income Tax Avoidance or Evasion. Upaya untuk mengurangi tax evasion lebih dini pada tingkat yang lebih mengglobal telah diadakan oleh IFA pada tahun 1980 di Paris dengan tema yang lunak yakni The Dialogue between the tax administration and the taxpayer up to the filing of the tax return. Ketidakpatuhan secara bersamaan dapat menimbulkan upaya menghindarkan pajak secara melawan hukum atau tax evasion. Perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya oleh Bernard P. Herber, dibedakan menjadi tiga yakni tax evasion, tax avoidance dan tax delinquency: Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa tax evasion adalah perbuatan melanggar undang-undang. Misalnya menyampaikan di dalam SPT jumlah penghasilan yang lebih rendah daripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih parah adalah apabila Wajib Pajak sama sekali tidak melaporkan penghasilannya (non-reporting of income). Perbuatan ini melanggar baik jiwa atau semangat maupun kalimat-kalimat dalam undang-undang perpajakan. Di Indonesia perbuatan yang termasuk dalam tax evasion diancam dengan hukuman pidana fiskal yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP 2000. Dalam tax avoidance Wajib Pajak memanfaatkan peluang-peluang (loopholes) yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah. Perbuatannya ini secara harfiah tidak melanggar undang-undang perpajakan, tapi dari segi jiwa undang-undang perpajakan termasuk perbuatan yang melanggar. Misalnya pada bulan Desember 2000 Wajib Pajak A akan menerima penghasilan sebesar Rp25.000.000,- yang akan terkena tarif Pajak Penghasilan sebesar 10%. Adapun cara-cara mencegah Wajib Pajak melakukan tax evasion antara lain dapat berupa pemeriksaan pajak (tax audit); sistem informasi yaitu dialog dan saling tukar pandangan antara Wajib Pajak dan fiskus harus tetap diadakan; administrasi pajak dalam arti sebagai prosedur meliputi antara lain tahap-tahap pendaftaran Wajib Pajak, penetapan, dan penagihan.; kemungkinan ketahuan dan penegakan hukum (probability of detection and level of penalties). Hal ini pada hakikatnya terkait dengan penegakan hukum pajak atau tax law enforcement serta tingginya tarif pajak, rasa keadilan yang tak terpenuhi dan pemanfaatan dana pajak. Kecurangan dalam Perpajakan Wajib Pajak cenderung melakukan kecurangan pajak (propensity to dishonesty). Rumus kecurangan pajak ialah : f (T, Cb, Pd, Pn) T = Tax, Cb = cost of bribe; Pd (probability of detection) Pn = size of penalty. Rumus kecenderungan melakukan kecurangan (kmk) yang dilakukan wajib pajak dapat digambarkan dalam bentuk hipotesis berikut : 1Kecenderungan melakukan kecurangan (kmk) ditentukan oleh tingginya T yang harus dibayar. Makin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, maka makin tinggi kecenderungan melakukan kecurangan (kmk). Makin tinggi uang sogokan yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak, maka makin kecil kemungkinan kecenderungan melakukan kecurangan (kmk). Sebaliknya makin kecil jumlah uang sogokan, maka makin besar kmk. Makin tinggi kemungkinan terungkap perbuatan kecurangan, maka semakin kecil kmk. Makin besar ancaman hukuman yang diterapkan kepada pelaku kecurangan, maka semakin kecil kecendrungan melakukan kecurangan (kmk). Rumus kecenderungan melakukan kecurangan (kmk) yang dilakukan petugas pajak dapat digambarkan sebagai berikut : f (Rc, W, Cd, Pn) Rc = return of corruption, W = wages, Cd = cost of detection Pn = size of penalty. Rumus kecenderungan melakukan kecurangan (kmk) itu dapat digambarkan dalam bentuk hipotesis berikut : Tergantung pada seberapa lama uang korupsi dapat dinikmati. Makin lama dapat dinikmati, artinya jumlah uang korupsi besar, maka makin terdapat kmk. Sebaliknya makin cepat atau makin kecil jumlah uang korupsi, maka tidak terdapat kmk. Makin tinggi gaji/upah/imbalan yang diberikan kepada petugas pajak, maka makin kecil terdapat kmk. Sebaliknya makin sedikit imbalan yang diterima, maka makin besar terbuka kmk. Selanjutnya makin baik sistem dan mekanisme pendeteksian kecurangan termasuk ketersediaan biaya, waktu, sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mendeteksi kecurangan, maka makin kecil terjadi kmk. Makin besar ancaman hukuman yang diterapkan kepada pelaku kecurangan, maka makin kecil pula terjadi kmk. Pemberian hukuman mempunyai empat buah latar belakang falsafah yakni : Retribution sebagai falsafah tertua dengan semboyan an eye for an eye yang berbasis balas dendam; narapidana harus membayar utang mereka kepada masyarakat melalui hukuman yang sesuai dengan kejahatannya. Deterrence yang bertujuan, bahwa pemberian hukuman berfungsi sebagai contoh yang akan menghalangi mereka yang berniat melakukan kejahatan (general deterrence) dan meyakinkan narapidana untuk tidak berbuat perbuatan pidana lainnya (specific deterrence). Incapacitation; pemberian hukuman melalui penahanan atau membuat narapidana tidak berdaya, bermaksud supaya narapidana diasingkan dari masyarakat sehingga mereka tidak akan lagi merupakan ancaman atau bahaya bagi yang lainnya. Rehabilitation yang berupaya mengintegrasikan kembali narapidana ke dalam masyarakat melalui program koreksi dan layanan. Penegakan hukum di bidang perpajakan adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat terkait untuk menjamin supaya Wajib Pajak dan calon Wajib Pajak memenuhi ketentuan undang-undang perpajakan seperti menyampaikan SPT, pembukuan dan informasi lain yang relevan serta membayar pajak pada waktunya. Sarana melakukan penegakan hukum dapat meliputi sanksi atas kelalaian menyampaikan SPT, bunga yang dikenakan atas keterlambatan pembayaran dan dakwaan pidana dalam hal terjadi penyeludupan pajak. Salah satu faktor yang juga ikut menentukan tinggi rendahnya kepatuhan adalah besarnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh Wajib Pajak, yang dalam literatur disebut sebagai compliance cost. Sedangkan biaya yang dikeluarkan fiskus dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya disebut sebagai administrative cost. Time cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, mulai dari waktu yang terpakai untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk berkonsultasi dengan akuntan dan konsultan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu yang terpakai untuk pergi dan pulang ke kantor pajak Faktor penentu cost of taxation dapat diuraikan sebagai berikut : Sacrifice of income adalah pengorbanan Wajib Pajak menggunakan sebagian penghasilan atau harta/uangnya untuk membayar pajak itu. Distortion cost adalah biaya yang timbul sebagai akibat perubahan-perubahan dalam proses produksi dan faktor produksi karena adanya pajak tersebut, yang pada gilirannya akan merubah pola perilaku ekonomi. Sebagai contoh adalah pajak dapat merupakan disincentive terhadap individu maupun perseroan dalam berkonsumsi dan berproduksi. Cost of taxation yang ketiga adalah running cost, yakni biaya-biaya yang tidak akan ada jika sistem perpajakan tidak ada baik bagi pemerintah maupun bagi individu. Biaya ini disebut juga “tax operating cost” yang dibagi menjadi biaya untuk sektor publik dan sektor swasta/private. Pengertian dan Bahasan Perpajakan Internasional Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country. Disebut domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily country atau home country) menganut asas domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income atas dasar asas domisili. Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat tinggalnya (source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak penghasilan atas laba tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua kali (double taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua oleh domicile country. Negara-negara yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas penghasilan disebut sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries). Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double taxation); pajak berganda internasional (international double taxation); pajak berganda secara yuridis (juridical double taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double taxation). Internal double taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara. International double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek dan Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan pengenaan pajak atas Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.

tarif pajak

Tarif Pajak Penghasilan Penentuan mengenai pajak yang terutang sangat ditentukan oleh tarif pajak dari berbagai jenis pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah. Sebenarnya tarif pajak masih tergolong kedalam ketentuan materil dalam hukum pajak bersama sama dengan wajib pajak dan objek pajak. Keberadaan tarif pajak diperuntukkan untuk digunakan dalam rangka menghitung pajak yang terutang. Sekalipun tarif pajak digunakan untuk mengetahui jumlah pajak yang terutang, tidak berarti mengesampingkan fungsi hukum pajak berupa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Tarif pajak dalam berbagai jenis pajak tidak selalu sama, bergantung pada konteks pengaturannya dalam undang-undang pajak masing-masing. Dasar ini menyebabkan tercipta pula berbagai tarif pajak yang terkandung dalam hukum pajak, kadangkala tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Walaupun tidak dapat dibedakan, tarif pajak merupakan pranata hukum sebagai alat kebijakan pemerintah pusat atau daerah untuk mengatasi atau mencegah suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan kerugian dalam melaksanakan pemerintahan. Tarif pajak yang tercantum dalam undang-undang pajak memiliki empat fungsi tergantung pada situasi dan kondisi penerapannya sebagai berikut 1. Alat Politis Tarif pajak dengan fungsi sebagai alat politis, kadangkala digunakan dalam kampanye pemilihan umum dalam bentuk janji jani politikus bila terpilih menjadi presiden. Berupaya untuk menurunkan atau memberi keringanan pajak kepada warga Negara atau kepada penduduk dalam Negara dalam masa pemrintahannya. 2. Alat pendorong perekonomian Tarif pajak yang berfungsi sebagai alat pendorong di bidang perekonomian berupaya agar wajib pajak dapat secara bebasmelakukan ekspor ke luarnegeri agar mampu bersaing dengan pengusaha di luar negeri. 3. Alat penunjang pembangunan Pembangunan yang diadakan selama ini tidak hanya terfokus pada kota kota maju melainkan dilaksanakan pula pada daerah-daerah terpencil dalam wilayah hukum Indonesia. Ketika ada pengusaha melakukan investasi di daerah terpencil, kepadanya diberikan fasilitas perpajakan dalam jangka waktu tertentu. Dalam arti, pengusaha itu tidak dikenakan pajak sebagaimana ditentukan dalam undang-undang pajak. 4. Alat pencegahan Pemerintah pusat atau pemerintah daerah berupaya member kenyamanan kepada warganya dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan suatu tarif pajak yang bersifat tinggi untuk mencegah perbuatan yang dapat merugikan. Keempat fungsi tarif pajak tersebut , dalam perkembangannya dapat berubah berdasarkan kemanfaatan pada saat itu. Hal ini bergantung pada kebijakan pemerintah pusat atau daerah untuk member keadilan kepada warganya. Perubahan itu harus dilakukan berdasarkan undang-undang pajak sebagai bentuk perwujudan dari kepastian hukum. Dalam berbagai literatur perpajakan dikenal lima macam tarif pajak yakni tarif tetap (fixed rate), tarif proporsional (proportional rate), tarif progresif (progressive rate), tarif regresif (regressive rate) dan tarif degresif (degressive rate), yang dipahami sebagai berikut: a. Tarif tetap adalah tarif yang jumlah pajaknya dalam rupiah (atau dollar) bersifat tetap walaupun Objek Pajaknya jumlahnya berbeda-beda. Misalnya tarif Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1985. Jumlah Bea Meterai atas kuitansi atau tanda terima uang di atas Rp 1.000.000,- adalah Rp 6.000,- Walaupun uang yang diterima besarnya Rp 100.000.000,- atau Rp 10.000.000.000,- dan seterusnya, jumlah Bea Meterai yang terutang tetap Rp 6.000,- b. Tarif proporsional adalah tarif yang prosentasenya tetap walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah. Misalnya tarif PPN 10% atas Rp 100.000,- 10% atas Rp 50.000.000,- 10% atas Rp 10.000.000.000,- c. Tarif Pajak yang bersifat progresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajaknya, maka makin tinggi pula prosentase tarif pajaknya. Misalnya tarif Pajak Pendapatan tahun 1944, Tarif Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. d. Tarif Pajak Regresif adalah tarif pajak yang makin tinggi objek pajak, maka makin rendah prosentase tarifnya. e. Tarif Pajak Degresif adalah tarif pajak yang apabila objek pajaknya makin tinggi, maka makin rendah tarifnya. Tarif ini pernah berlaku untuk Bea Warisan. Makin tinggi warisan yang akan diterima oleh ahli waris, maka tarif bea atau pajak atas warisan makin kecil. Pajak penghasilan selama ini menggunakan tarif pajak yang berjenjang dan bahkan memberi klarifikasi antara wajib pajak orang pribadi dalam negeri dengan wajib pajak badan dalam negeri. Pengaturan tarif pajak berjenjang dan pengklasifikasian wajib pajak orang pribadi dalam negeri dengan wajib pajak dalam negeri diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Hal ini bertujuan agar wajib pajak penghasilan dapt mengetahui keberadaannya terkait dengan penerapan tarif pajak penghasilan. Tarif pajak penghasilan yang berjenjang pada hakikatnya disebabkan karena wajib pajak penghasilan memiliki lapisan kena pajak yang berbeda beda. Tarif pajak penghasilan yang berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, sebagai berikut : • Sampai dengan lima puluh juta rupiah diterapkan tarif pajak penghasilan sebesar lima persen • Di atas lima puluh juta rupiah sampai dengan dua ratus lima puluh juta rupiah diterapkan tarif pajak penghasilan sebesar dua puluh lima persen • Di atas dua ratus lima juta rupiah sampai dengan lima ratus juta rupiah diterapkan tarif pajak penghasilan sebesar tiga puluh persen Tarif pajak penghasilan sebesar tiga puluh persen merupakan tarif tertinggi sehingga dapat mengalami perubahan dalam bentuk diturunkan menjadi paling rendah dua puluh lima persen. Penurunan tarif pajak penghasilan itu dilakukan oleh pemerintah karena memperoleh pendelegasian wewenang untuk menurunkannya. Sementara itu tarif pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa deviden yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sepuluh persen dan bersifat final. Penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (2c) tidak dapat dikelompokkan ke dalam penghasilan yang dapat dieknakan pajak penghasilan berdasarkna Pasal 17 ayat (1) huruf a, karena sumber penghasilan yang membedakan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri dalam memenuhi kewajibannya. Kemudian tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar dua puluh delapan persen. Akan tetapi, tarif pajak penghasilan terhadap penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat diubah menjadi dua puluh lima persen yang mulai berlaku pada tahun pajak 2010. Dengan demikian, perubahan pengenaan tarif pajak penghasilan pada tahun 2010 tidak berlaku terhadap penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri. Lain halnya, terhadap wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit empat puluh persen dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi syarat lainnya dapat memperoleh tarif sebesar lima persen lebih rendah daripada tarif sebesar dua puluh delapan persen dan dua puluh lima persen. Pengecualian yang diperuntukkan kepada wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (2b) UU PPh diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. Dalam rangka pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri diterapkan tarif pajak penghasilan sebagaimana yang diatur pada Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah. Terhadap penghasilan yang diatur pada Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh, berupa diveden, bunga, royalty, dan hadiah, penghargaan, bonus, bonus, dan sejenis, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar lima belas persen dari jumlah bruto. Sementara itu, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar dua persen dari jumlah bruto atas : 1. Sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh; dan 2. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh. Atas penghasilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh, dipotong pajak sebesar dua puluh persen dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayar. Penghasilan itu adalah sebagai berikut : a. Diveden b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya h. Keuntungan karena pembebasan utang Apabila disimak secara mendalam tarif pajak yang berlaku untuk pajak penghasilan, diketahui bahwa tarif pajak yang dianut adalah tarif progresif absolute sebagaimana pada Pasal 17 ayat (1) UU PPh.